Definisi Dewan Pertimbangan Tertinggi (DPA)
Dewan Pertimbangan Tertinggi (DPA) menjadi salah satu lembaga utama yang diratifikasi setelah Indonesia merdeka. Otoritas perlindungan data sering disebut sebagai Dewan Negara atau Dewan Pertimbangan Pemerintah. Laporan DPA dari situs resmi Dewan Pertimbangan Presiden selama masa pemerintahan NKRI dan diperlukan untuk memberikan nasehat dan refleksi kepada Presiden.
Hal ini juga diatur dalam UUD 1945, dan pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967 tentang Majelis Pertimbangan Agung. Setelah itu, undang-undang tersebut diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1978 yang mengubah dan menyempurnakan UU Nomor 3 Tahun 1967 tentang Majelis Pertimbangan Agung.
Majelis Pertimbangan Agung ini merupakan salah satu badan tertinggi di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen, dengan tugas memberikan masukan atau refleksi kepada Presiden.
Badan Perlindungan Data dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 1945 sebelum diubah. Ayat 2 pasal ini menyebutkan bahwa Otoritas Perlindungan Data berkewajiban menjawab pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usulan kepada pemerintah. Penjelasan Pasal 16 menyebutkan bahwa otoritas perlindungan data berbentuk dewan negara yang wajib memberikan pertimbangan kepada pemerintah.
Pada tanggal 25 September 1945, kewenangan perlindungan data ini dibentuk melalui pengumuman pemerintah (Berita Republik Indonesia No. 4) dengan ketuanya R. Margono Djojohadikusumo. Anggota DPA pertama berjumlah 11 orang. Diantaranya adalah Syekh Djamil Djambek, Agus Salim, Radjiman Widiodiningrat dan Dr. Latumetent. Pada saat itu, DPA tidak berbuat banyak. Ketika sistem pemerintahan bertransformasi menjadi sistem parlementer, keberadaan otoritas perlindungan data menjadi tidak berarti. Meski eksis hingga 1949, nasib otoritas perlindungan data sebagai lembaga ketatanegaraan semakin terpuruk.
Pada periode berikutnya, posisi otoritas perlindungan data semakin tidak jelas. Kondisi ini berlanjut hingga Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan pada 5 Juli 1959. Otoritas Perlindungan Data Sementara dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1959, 22 Juli 1959. Ketuanya kemudian juga Presiden Soekarno. Otoritas perlindungan data akhir yang baru muncul pada tahun 1967 melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967, yang disahkan oleh pejabat resmi Presiden Soeharto.
Atas dasar UUD 1945 yang telah atau telah diamandemen, penetapan tersebut dihapus dengan Keputusan Presiden Nomor 135 / M / 2003 tanggal 31 Juli 2003.
Sejarah DPA dipecat
Badan Perlindungan Data dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 1945 sebelum diubah. Pada 25 September 1945, otoritas perlindungan data dibentuk melalui pengumuman pemerintah dan juga beranggotakan 11 orang. Ketika sistem pemerintahan kemudian diubah menjadi sistem parlementer, keberadaan otoritas perlindungan data menjadi tidak berarti. Selanjutnya, atas dasar UUD 1945 yang telah atau telah diamandemen, lembaga tersebut dihapuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 135 / M / 2003 tanggal 31 Juli 2003.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kelembagaan yang tidak terlalu banyak melakukan pekerjaan pemerintahan sehingga sangat tidak efisien. Selain itu, arah tujuan tersebut menjadi tidak jelas seiring dengan terbentuknya lembaga lain yang memiliki fungsi, tugas, dan kewenangan yang lebih jelas. Sebelum perubahan, kewenangan perlindungan data diatur dalam bab tersendiri yaitu pada Bab IV Badan Pertimbangan Tertinggi. Setelah perubahan, keberadaan Otoritas Perlindungan Data digantikan oleh dewan yang bertempat di sekelompok bab yang diatur dalam Bab III Kekuasaan Pemerintah Negara Bagian.
Perubahan tersebut menunjukkan bahwa kedudukan dewan yang memiliki kewajiban atau kewajiban untuk memberikan nasehat dan refleksi kepada Presiden tetap diperlukan. Status dewan penasihat kemudian menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara bagian di bawah presiden dan juga bertanggung jawab kepada presiden. UU 19 tahun 2006 kemudian mengatur tentang adanya dewan penasihat yang disebut dengan Dewan Pertimbangan Presiden. Kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden atau disebut Wantimpres tidak dimaknai sebagai dewan permusyawaratan yang sejajar dengan Presiden atau lembaga negara lainnya seperti otoritas perlindungan data pada periode sebelum amandemen UUD 1945.
Tugas dan wewenang otoritas perlindungan data
Otoritas perlindungan data memiliki tiga tugas dan juga kewenangan yang perlu dilakukan, antara lain sebagai berikut:
-
Jawab pertanyaan Presiden
Dalam hal ini, otoritas perlindungan data mempunyai tugas sekaligus kewenangan untuk menjawab pertanyaan Presiden tentang pembangunan dan sektor lainnya. Pertanyaan yang diajukan oleh Presiden biasanya luas dan DPA harus mampu atau mampu menjawab pertanyaan tersebut.
-
berikan umpan balik
DPA memberikan masukan lisan dan tertulis untuk membantu pembangunan dan tata kelola menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Masukan DPA sangat penting agar pemerintah segera mengambil keputusan yang terbaik dalam menjalankan visi dan misinya.
Pikirkan itu
Otoritas perlindungan data memeriksa Presiden dalam hal keputusan yang dibuat atau dibuat oleh Presiden secara lisan atau tertulis. Pertimbangan ini biasanya mencakup efek positif dan negatif dari keputusan yang dibuat.
Hak dan kewajiban Wantimpres
Atas permintaan Presiden, Wantimpres dapat menghadiri atau menghadiri rapat kabinet serta kunjungan kerja dan kenegaraan. Dalam menjalankan tugasnya, Wantimpres dapat meminta atau menjaring informasi dari instansi pemerintah terkait dan instansi pemerintah lainnya. Selain itu, ketua dan anggota Wantimpres diberikan hak keuangan dan fasilitas lain yang setara dengan Menteri Negara.
Guna memudahkan pelaksanaan kewajiban Wantimpres, setiap anggota Wantimpres didukung oleh seorang sekretaris Wantimpres. Sekretaris anggota Wantimpres telah atau mempunyai tugas untuk memberikan kontribusi dan / atau analisis kepada anggota Wantimpres yang didukung olehnya berdasarkan pengetahuan spesialisnya. Namun sekretaris anggota Wantimpres tersebut tidak dapat atau tidak dapat bertindak atas nama Wantimpres dan / atau mewakilinya
Posisi Wantimpres
Landasan konstitusional Dewan Pertimbangan Presiden adalah Pasal 16 Undang-Undang Dasar 1945, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Presiden 2006 yang disebut dengan Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres, adalah lembaga pemerintah yang bertugas memberikan nasihat kepada Presiden sekaligus memberikan refleksi kepada Presiden sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang Dasar Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia.
Adanya wantimpres
Meski saat ini sudah berganti nama menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), tugas, hak, dan kewajibannya tetap sama. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006, Dewan Pertimbangan Presiden wajib memberikan nasehat dan refleksi kepada Presiden sesuai dengan Pasal 16 UUD 1945.
Dewan Pertimbangan Presiden memberikan nasehat dan pertimbangan agar bersifat mengikat, baik diminta oleh Presiden atau tidak. Dalam melaksanakan tugasnya Wantimpres mempunyai fungsi kepenasehatan sekaligus musyawarah dalam kaitannya dengan pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara bagian. Dewan Pertimbangan Presiden tidak diperkenankan menyampaikan rincian, penjelasan dan / atau isi nasihat dan pertimbangan kepada pihak ketiga.
Demikian penjelasan tentang pengertian DPA, peran, misi, wewenang, kedudukan dan sejarah, semoga yang diuraikan dapat bermanfaat bagi anda. Terima kasih
Sumber :